Ibnu Atho'illah As Sakandari dalam
Hikamnya, memulai dengan hikmah yang singkat namun dalam artinya. Sederhana namun luas bentangan ilmunya. Seolah dangkal namun mampu menenggelamkan para penyelam ilmu untuk tenggelam dan hanyut dalamnya hikmah yang terkandungnya. Kamipun mulai serial ini dengan mengutip kata - kata hikmah dari beliau agar semakin teguh hati dan keyakinan kita dalam menapaki jalan islam yang menancap dalam jiwa kita. Agar kita selamat dari ketergelinciran dan bentangan gangguan dalam tauhid kita kepada Allah SWT.
"Termasuk tanda ketergantungan hamba pada amal - amalnya, adalah lemahnya harapan pada Allah di saat tergelincir dari jalanNya"
Untaian kata indah ini memuat dasar pijakan seorang hamba dalam amalnya. Bahwa, yang harrus diperhatikan kita sebagai hamba adalah, jangan sampai menggantungkan harapan kepada amal - amal kita sehingga berkeyakinan bahwa amal ituah nanti yang akan mengantarkan kita ke dalam syurga Allah SWT. Jika rasa ketergantungan ini semakin menggelayuti dalam ranah sanubari kita, maka kita akan rentan terserang 2 penyakit hati yang sangat berbahaya. Namun celakanya, penyakit ini tidak terasa.
Yang
pertama adalah Ujub, yaitu kita merasa bangga dengan diri sendiri karena telah melakukan berbagai amal - amal baik, dan inilah benih dari kesombongan.
Kita ingat, Syetan akan berupaya keras menjerumuskan manusia ke jalan kedurhakaan. Jika suatu saat kita berniat melakukan sebuah amal kebaikan, maka syetan akan berusaha sekuat tenaga agar kita tidak melakukan amal tersebut. Jika kita sekuat tenaga menolak ajakan syetan dan kita tetap melakukan amal tersebut, ternyata syetan belum menyerah. Ia akan masuk dengan lembut ke dalam hati kita dan menghembuskan iming - iming keindahan riya'. Jika kita mampu mengikis riya' dan ikhlas melaksanakan amal tersebut dengan sempurna, syetan belum mau kalah. Baginya ini bukan akhir dari peperangan. Ya. Ini belum berakhir. Setelah amal sempurna dilaksanakan, maka syetan kembali mengalir menuju hati dan berbisik dengan membuka satu pintu yang indah dalam pandangan manusia, yaitu pintu ujub. "Sholehnya diri ini..", atau "luar biasa, belum tentu orang lain mampu melakukan amal ini", atau "masya Allah dakwah saya..." atau kelimat - kalimat kebanggaan lain yang kadang muncul dari benak kita. Sangat halus. Tanpa sadar. Jika hati kita akhirnya berbisik demikian, tandanya sedang ada pesta dari syetan dan bala tentaranya merayakan kemenangannya melawan kita.
Na'udzubillah..
Agar amal kita tidak sia - sia lantaran penyakit ujub ini, maka yang harus diupayakan dalam diri kita adalah kesadaran. Kesadaran bahwa kita adalah seorang hamba, dan ibadah - ibadah yang kita lakukan adalah dalam rangka penghambaan yang sempurna kepada Allah SWT. Kemudian kita juga harus meyakinkan diri kita, bahwa segala ibadah - ibadah yang sudah kita lakukan, itu semata - mata bukan mutlak kemampuan kita. Bukankah Allah yang memberi kita sehat? Bukankan Allah yang memberi mata ini masih bisa melihat? Bukankah Allah yang menguatkan kaki ini sehingga mampu sholat? Bukankah Allah yang menguatkan dalam ibadah - ibadah kita? Lantas, apa yang kita banggakan dengan ibadah kita?
Penyakit yang
kedua adalah hilangnya harapan kepada Allah...
Insya Allah bersambung...
Like the Post? Do share with your Friends.