Bismillah, semoga Allah menuntun jari dan hati ini untuk senantiasa mengungkapkan kebenaran, menghindarkan hati dan pikiran ini dari penyelewengan pemahaman, dan semoga Allah senentiasa menuntun kita di jalan yang lurus, menjaga hati ini dari riya dan kesombongan, dan menjaga tulisan ini agar tidak menorehkan luka sehingga menyakiti hati pembacanya. Aamiin..
Allahumma sholli ‘ala sayyidina Muhammad…
Bukan bermaksud untuk membantah dan menyalahkan ustadz/ah penulis artikel dengan judul di atas. Bukan pula merasa lebih ‘alim dari beliau. Siapalah kami ini? Kami hanyalah pencari ilmu yang faqir terhadap ilmu.
Bismillah, tulisan ini terangkai dalam rangka memberi penyadaran kepada diri kami sendiri agar terus bersemangat dalam kebaikan, serta tidak berputus asa dalam taubat saat tergelincir dari jalan yang lurus.
Membaca judul artikel tersebut, bergemuruh sekaligus tanda tanya memenuhi alam pikiran ini. Artikel tersebut diberi sebuah judul yang cukup ‘menakutkan’ bagi kami pribadi. Isi artikel tersebut menjelaskan bahwa barangsiapa yang tidak mau berjilbab, maka akan sia – sia sholatnya, shoumnya, kebaiakannya, dan amal – amal yang lain. Di samping itu, dosanya tidak akan terhapus dengan amalan apapun. Penulis setidaknya membawakan 2 dalil dari Al Qur’an sebagai dasar untuk menguatkan pendapat tersebut. Tersebutlah akhir ayat ke 5 dari surat Al Maidah,
“Barang siapa yang mengingkari hukum-hukum syariat Islam sesudah beriman, maka hapuslah pahala amalnya bahkan di akhirat dia termasuk orang-orang yang merugi.”
Kami bersyukur, dengan adanya artikel ini, keinginan mencari tau menjadi semakin besar. Kemaun untuk membuka Al Qur’an, buku – buku, dan artikel menjadi hal yang tak terelakkan. Berlatar lemahnya ilmu kami terhadap islam. Dan didorong oleh rasa keingintauhan yang besar dengan ayat ini maka kami memulai dengan langsung menuju TKP, Al Maidah ayat 5. Ayat lengkapnya adalah,
“Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu membayar mas kawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk menjadikan perempuan piaraan. Barang siapa yang kafir setelah beriman maka sungguh, sia-sia amalan mereka dan di hari kiamat dia termasuk orang-orang yang rugi.”
Kami mencoba melihat beberapa Al Quran terjemah dari beberapa cetakan yang berbeda, semua sama seperti yang tertulis di atas. Dan mohon maaf kami belum menemukan terjemahan sebagaimana yang tertulis dalam artikel tersebut. Berdasar kurangnya ilmu bahasa arab, maka kami tidak berani menyalahkan apa yang sudah tertulis dalam artikel tersebut walaupun ada perbedaan yang cukup signifikan yang membawa implikasi berbedanya pemahaman dengan terjemahan yang kami baca.
Selanjutnya kami membaca beberapa artikel dan tafsir terhadap ayat ini. Terutama kalimat terakhir dari ayat ini, wa bil khusus pada kalimat
“wa man yakfur bil iman”, karena kami melihat, pokok permasalahannya ada dalam frasa ini. Setelah menelaah beberapa artikel dan tafsir setidaknya ada beberapa tafsir terkait ayat ini, diantaranya:
Pertama, wa man yakfur bil iman diartikan dengan “barangsiapa yang kafir setelah beriman”.. ini kami temui di beberapa terjemahan Al Quran dari beberapa cetakan yang berbeda. Kalau di kontekskan dengan sorang wanita yang tidak berjilbab, maka ayat ini tidak mencakup bahasan tersebut. Karena yang disebut terhapus amalnya dan di akherat termasuk orang yang rugi, adalah mereka yang kafir setelah mereka beriman dan tidak bertaubat hingga ajalnya. Bukan orang yang tidak berjilbab, atau melakukan dosa selainnya. Wallahu a’lam.
Kedua, wa man yakfur bil iman diartikan dengan “barang siapa yang mengingkari keimanan” maksudnya mengingkari pokok – pokok keimanan dan cabang – cabangnya. Mengingkari artinya menolak ayat atau tidak meyakini hukum dalam ayat yang sudah jelas dan tanpa khilaf, maka esensinya ia telah keluar dari keimanan. Dan inilah model yang disebut oleh Allah, akan terhapus seluruh amalnya dan termasuk orang yang merugi di akherat. Apakah orang yang tidak berjilbab termasuk mengingkari ayat? Kami meyakini banyak alasan yang melatar belakangi seseorang belum mau berjilbab. Kami juga meyakini bahwa sebagian besar mereka paham akan wajibnya berjilbab, namun belum tergerak hatinya untuk berjilbab. Atau bahkan sebagian besar dari mereka ada yang belum paham akan wajibnya perintah ini. Jika ada kalangan yang tidak berjilbab karena menolak kewajiban, menganggap ia tidak wajib, dan mengingkari ayat – ayat jilbab, kami yakin jumlahnya sangat kecil. Menggeneralisir bukanlah sebuah kebijaksanaan. Bahkan jika tidak hati – hati, kita bisa terjerumus dalam
takfir, karena menganggap pelaku dosa besar telah kafir sehingga terhapus pahala dan merugi di akherat sebagaimana ayat di atas. Na’udzubillah.. semoga Allah menjauhkan dari
takfir sesama kaum muslimin. Wallahu a’lam.
Selain dari tafsir ayat, mohon maaf jika tidak berkenan, kami juga ada beberapa catatan terkait dipostingnya artikel ini:
1. Mohon maaf, jika membaca sekilas, maka dalam benak kami bertanya – tanya, sebegitu sempitnya kah rahmat dan ampunan Allah? Sulitkah Allah mengampuni dosa wanita yang tidak berjilbab? Maaf kami tidak pandai berdalil tentang luasnya rahmat Allah, namun kami yakin, rahmat dan ampunan Allah adalah sangat luas dan besar, melebihi luas dan besarnya dosa – dosa yang dilakukan hamba. Maka untuk saudariku muslimah yang belum berjilbab, tancapkan keyakinan bahwa wajib untuk berjilbab. Jika hati belum siap, atau kondisi tidak mendukung untuk berjilbab, berdo’alah! Mintalah kepada Allah agar dipermudah dalam berjilbab. Jangan berputus asa dari rahmat Allah karena Allah menerima taubat hamba – hamba-Nya yang bertaubat dengan sebenar – benarnya.
2. Sering kali kami mendengar sebuah kaidah dakwah yang menyebut, “Yassiruu, wa la tu’assiruu. Basysyiruu, wa la tunadzdziruu”. (permudah, jangan dipersulit. Gembirakan jangan ditakut – takuti). Kata guru kami, dakwah adalah memeberi kemudahan, bukan mempersulit. Dakwah juga memberi kabar gembira, tidak melulu ditakut – takuti. maka akan sangat bijaksana dan indah, jika ajakan berjilbab itu dipenuhi dengan motivasi berupa pahala – pahala, keutamaan, dan janji Allah. Baru setelah itu baru konsekuensi bagi yang tidak berjilbab. Namun tetap dengan gaya bahasa yang santun dan jauh dari fonis dan menghakimi.
3. Tentang kewajiban berjilbab adalah sesuatu yang tidak ada khilaf. Dan berdosa bagi siapa saja yang meninggalkannya. Mohon maaf kami sedang tidak membahas tentang hukum jilbab, karena sudah jelas dan tidak ada khilaf. Kami khawatir jika semakin banyak artikel di atas dibaca oleh banyak orang, akan menimbulkan stigma yang justru negative. Bagi wanita yang belum berjilbab kami khawatir akan muncul persepsi bahwa dosa mereka sudah tidak bisa mungkin terhapus dengan amal apapun, akhirnya mereka berputus asa dari rahmat Allah. Atau bagi wanita yang telah sempurna jilbabnya, akan muncul persepsi dalam hatinya, bahwa dirinya lebih suci dibandingkan wanita yang belum berjilbab. Na’udzuillah.. Pandanglah siapapun dengan kasih saying. Allah yang lebih tahu siapa orang – orang yang dicintai-Nya. Wallahu a’lam bish showab.
Demikian nasehat untuk diri ini yang faqir, kami tidak ada kapasitas untuk mengingatkan para ustadz dan ulama yang sudah mendedikasikan dirinya untuk umat ini. Hanya bisa berdoa semoga Allah menjaga mereka agar mereka juga diberi kekuatan untuk menjaga kami dari penyimpangan – penyimpangan yang menyesatkan..
Mohon maaf kami belum sempat menanyakan secara langsung tafsir ayat ini kepada ulama yang mempunyai ilmu Al Qur’an yang mumpuni. Mohon bimbingan jika tulisan ini justeru jauh menyimpang dari pemahaman para ulama’. Semoga Allah mengampuni. Semoga tidak ada yang tersakiti setelah membaca artikel ini. Kami memohon ampun dan maaf jika ada khilaf. mohon pencerahannya jika kami menyimpang. Aamiin..
Dody Arief K
Like the Post? Do share with your Friends.