Surat rujukan bidan ke RSUD sudah di tangan. Dengan persiapan yang cukup, meliputi baju ganti dan perlengkapan persalinan, kami bersegera menuju RSUD yang dirujuk. Rumah sakit terkesan megah dengan dominan warna putih, ya.. wajar ini adalah salah satu Rumah sakit milik pemerintah, di sanalah saksi semua derap rasa juang ini. Siang sekitar jam 10.00 WIB, kami telah 'check in' di ruang ruang juang ini. Seketika setelah registrasi dan didata, kami diarahkan petugas perawat ke ruangan persalinan, yang ternyata, di dalamnya sudah ada beberapa ibu - ibu muda yang sedang berbaring di tempat tidur menunggu 'takdir waktu' dari Tuhan, kapan sang buah hati dihadirkan ke dunia.
Siang itu satu persatu ibu hamil sudah dibawa ke kamar persalinan. tinggal beberapa orang termasuk kami. Sepanjang siang hari, istri hampir tidak mengalami kontraksi yang berarti. Harap bercampur cemas beraduk diatara kami. Baru menjelang mangrib kontraksi itu mulai dirasakan berlanjut setelah diberikan "doping" agar si anak segera berbegas keluar. terhitung setelah Isya kontraksi demi kontraksi semakin berat dan sakit dirasa oleh istri. Keluh dan jeritan sang istri kian menjadi dan terdengar membuatku gugup. maklum ini pengalaman pertama melihat istri tersiksa karena proses persalinan seperti hari itu.
"santai aja mas.. memang begitu" Ujar sang perawat setiap kali kulaporkan kondisi istri.
"santai - santa gimana..? mana bisa santai melihat istri kesakitan begitu.." Gumamku dalam hati. Gerutu itu yang menemaniku kembali dari ruang perawat menuju istri yang masih merintih kesakitan. dilimuti emosi dan cemas kadang - kadang kami menggerutu dan mengeluhkan pelayanan petugas dan perawat yang tidak empati dengan kondisi kami. pelayanan semakin kami rasakan kurang ramah dan kurang nyaman untuk kami.
"resiko peserta jampersal ya gini.. diperlakukan semaunya." Kadang - kadang suudhonn muncul begitu saja di alam jiwa.
"ah sudah lah.. fokus berdoa aja dek.." Pesanku kepada istri tercinta yang tengah berjuang menahan sakit.
Sekitar pukul 20.30 WIB kontraksi kini dirasa berbeda oleh istriku. Erangan dan ekspresinya menyuguhkan ekspresi sakit yang sangat tak tertahankan. bergegas aku lari menuju ruang perawat dengan tekad, saya akan paksa perawat melihat kondisi istriku, karena kontraksi sudah semakin menjadi. setelah kuyakinkan perawat, datanglah perawat dengan bidan memeriksa kondisi istri.
"OK bawa ke ruang sebelah!!" Ku dengar sang bidan menginstruksikan hal tersebut kepada para perawat. Aku agak lega, namun tidak bisa dipungkiri rasa cemas bercampur takut masih menghantui rasa ini.
"satu orang saja yang menemani!!" Pesan Bidan kepada kami. Setelah berunding dengan keluarga, maka saya sebagai suami yang akan mendampingi langsung proses kelahiran anak pertama kami. Keluarga yang lain, yaitu Ibu mertua dan beberapa saudara menyiapkan yang lain seperti kain - kain, obat - obat, dan doa tentu saja.
Di tengah keluh sakit yang menjadi - jadi. tangan kanan istriku tetap memegang erat di tangan ku. Kulihat kepala istri yang bergerak semakin tak beraturan tanda sakit yang semakin tak tertahan. Tak kuasa aku melihat sakit yang sedemikian hebat. Basah hati ini dengan titik - titik air cinta yang merembas mengkristal menjadi kaca - kaca lembut di pelupuk mata.
"banyak berdoa sayang... pejuang kecil kita akan hadir.." Kubisikkan lembut di telinga kanannya.
"berjuanglah...aku di sampingmu..."
Matanya sudah terpejam menahan dera sakit yang tak kunjung usai. Bidan dan beberapa perawat mengurus proses persalinan ini. Saya sudah tidak memperhatikan apa yang dilakukan mereka, apa yang mereka teriakkan, hanya sayup - sayup terdengar. Pandangan ini fokus pada wajah istri yang semakin basah dengan keringatnya. Teriakan sakitnya yang terdengar oleh telinga ini mengalahkan suara suara lain di ruangan kecil itu. Semakin fokus pada istri saya, kini hati ini serasa menyelam ke samudra juang yang semakin memuncak. Gelora teriakan laksana panglima perang memberi komando di tengah laga juang yang panjang. Ingin diri ini meminjamkan energi jiwa agar senantiasa kuat ia melewati jihad ini. Ingin rasanya ku minta seluruh sakit yang ia rasa. Namun apa daya, hanya tatapan hati ini ku tujukan kepada Sang Maha Kuasa tempat segala Puja, semoga Allah melindungimu duhai bidadariku...
"Oeekkk.. Oeekk..." Tiba tiba suara asing hadir. suara asing yang belum pernah terdengar di tengah - tengah kami. Ya. Suara itu berasal dari makhluk yang baru saja keluar dari rahim istriku. Buah cinta yang kami semai setelah 2 tahun pernikahan kami, hadir juga di mayaada ini.
"Al hamdulillah" segera ku teriakkan di telinga istriku yang masih tersengal - sengal nafasnya. Senyum dan tangis tiba - tiba bersamaan menghiasi ekspresi wajah istriku. Sebagian perawat membawa anak kami, sebagian menyelesaikan proses persalinan istri. Al hamdulillah ya Allah, semua dalam keadaan sehat.
Faza ramadhan Al Hanif.. Selamat datang di alam yang baru. Alam tempat kita menyelesaikan amanah kekhilafahan kita. Sekaligus Alam sejenak yang menentukan kebahagiaan kita kekal nanti di sana. Berjuanglah wahai anakku..
Like the Post? Do share with your Friends.