BANYAK orang salah sangka bahwa adanya mazhab fiqih itu berarti sama
dengan perpecahan, sebagaimana berpecah umat lain dalam sekte-sekte.
Sehingga ada dari sebagian umat Islam yang menjauhkan diri dari
bermazhab, bahkan ada yang sampai anti mazhab.
Penggambaran yang salah dan tidak masuk akal tentang mazhab ini
terjadi karena keawaman dan kurangnya informasi yang benar tentang
hakikat mahzab fiqih. Kenyataannya sebenarnya tidak demikian.
Mazhab-mazhab fiqih itu bukan hasil dari perpecahan atau pereseteruan,
apalagi peperangan di dalam tubuh umat Islam.
Secara bahasa arti mazhab adalah tempat untuk pergi. Berasal dari kata
zahaba – yazhabu – zihaaban . Mahzab adalah
isim makan dan
isim zaman dari akar kata tersebut.
Sedangkan secara istilah, mazhab adalah sebuah metodologi ilmiah
dalam mengambil kesimpulan hukum dari al-Qur’an dan Sunnah Nabawiyah.
Tentu, mazhab di sini mengenai mazhab Fiqih.
Adanya mazhab memang merupakan kebutuhan asasi untuk bisa kembali
kepada al-Qur’an dan As-Sunnah. Misal ada seorang bernama Paijo,
Paimin,Tugirin dan Wakijan yang bersikap anti mazhab, dan mereka
mengatakan hanya akan menggunakan al-Quran dan As-Sunnah saja,
sebenarnya mereka masing-masing sudah menciptakan sebuah mazhab baru,
yaitu mazhab al-Paijoiyah, al-Paiminiyah, at-Tugiriniyah dan
al-Wakijaniyah.
Sebab yang namanya mazhab itu adalah sebuah sikap dan cara seseorang
dalam memahami teks al-Quran dan as-Sunnah. Setiap orang yang berupaya
untuk memahami kedua sumber ajaran Islam itu, pada hakikatnya sedang
bermazhab.
Kalau tidak mengacu kepada mazhab orang lain yang sudah ada, maka
minimal dia mengacu kepada mazhab dirinya sendiri. Kesimpulannya, tak
ada orang di dunia ini yang tidak bermazhab. Semua orang bermazhab, baik
disadari atau tak disadari.
Lalu bolehkah seseorang mendirikan mazhab sendiri?
Jawabnya tentu saja boleh, asalkan dia mampu
meng-istimbath
(menyimpulkan) sendiri setiap detail ayat al-Quran dan as-sunnah. Tentu
hal ini bukan hal yang mudah bagi setiap orang, apalagi yang masih
tergolong awam. Jika dibuat perumpamaan dengan dunia komputer, maka
adanya mazhab-mazhab itu ibarat seseorang menggunakan komputer. Sudah
pasti setiap orang memerlukan sistem operasi (OS).
Tidak mungkin seseorang menggunakan komputer tanpa sistem operasi,
baik Windows, Linux, Mac OS atau yang lainnya. Adanya beragam sistem
operasi di dunia komputer menjadi hal yang mutlak bagi setiap user,
sebab tanpa sistem operasi, manusia hanya bicara dengan mesin.
Kalau ada orang yang agak eksentrik dan bertekad tidak mau pakai
Windows, Linux, Mac Os atau sistem operasi lain yang telah tersedia,
tentu saja dia berhak sepenuhnya untuk bersikap demikian. Namun dia
tentu perlu membuat sendiri sistem operasi itu, yang tentunya bukan
pekerjaan mudah.
Orang pada umumnya, rasanya terlalu mengada-ada jika ia harus membuat
sistem operasi baru oleh dirinya sendiri. Bahkan seorang programer
tingkat tinggi sekalipun, belum tentu mau bersusah payah melakukannya.
Untuk apa merepotkan diri membuat sistem operasi? Lalu apa salahnya
menggunakan sistem operasi yang sudah tersedia di pasaran? Yang memang
telah teruji.
Tentu masing-masingnya punya kelebihan dan kekurangan. Tapi yang
jelas, akan menjadi sangat lebih praktis kalau kita memanfaaatkan yang
sudah ada saja.
Sebab di belakang masing-masing sistem operasi itu, pasti berkumpul
para maniak dan tim yang siap bekerja 24 jam untuk menyempurnakan sistem
operasinya.
Demikian juga dengan keempat mazhab yang ada. Di dalamnya telah
berkumpul ratusan, bahkan ribuan ulama ahli level tertinggi yang pernah
dimiliki umat Islam. Mereka bekerja siang malam untuk menghasilkan
sistem fiqih Islami yang siap pakai serta sederhana. Meninggalkan
mazhab-mazhab itu sama saja bikin kerjaan baru, yang hasilnya belum
tentu lebih baik.
Bahkan, orang yang tingkat keilmuwannya sudah mendalam sekaliber al-Imam al-Ghazali
rahimahullah
sekalipun, tetap mengacu kepada salah satu mazhab yang ada, yaitu
mazhab As-Syafi’iyah. Beliau tetap bermazhab meski sudah pandai
mengistimbath hukum sendiri. Demikian juga dengan beragam ulama besar
lainnya seperti
Al-Mawardi, An-Nawawi, Al-‘Izz bin Abdissalam dan lainnya.
Wallohu’alam [rumahfiqih]
Like the Post? Do share with your Friends.