Kalau
mutarobbi hilang tanpa jejak, itu sudah biasa terjadi. Kalau
Murabbi yang hilang? Bagaimana kejadiannya? Kalau ada tanda kutip mengapit kata HILANG, berarti bukan hilang dalam arti secara tekstual. Hilang disini bisa berarti hilangnya ruh, hilangnya fungsi, hilangnya pertemuan pekanan dengan binaan, dan lain - lain. Mungkinkah hal ini terjadi? Mungkin saja! Murabbi juga manusia bukan? Namun bukan itu inti bahasan kita. Ini bukan forumnya untuk membicarakan kejelekan dan kekurangan para murabbi kita. Dan pantang bagi kita untuk melakukannya.
Pernahkah kita mendengar sebuah kaidah yang pernah disampaikan bahwa, kualitas keimanan seorang
mutarabbi, mengikuti kualitas keimanan
murabbinya. Pernah dengar kan? Tapi ingat wahai ikhwah, dalil itu bukan untuk digunakan oleh kita para
mutarobbi. Ketika kualitas keimanan kita lagi turun, jangan gunakan dalil ini kemudian berkata,
"ah.. ini pasti gara - gara iman murabbi yang lagi turun!" Dalil ini adalah pegangan para murabbi agar senantiasa menjaga kualitas keimanannya, agar diikuti oleh para binaannya.
Dalil kita para mutarobbi adalah, kualitas keimanan dan keberkahan jamaah ini, bergantung keimanan kita para
mutarobbi! Apabila suatu saat, kita menemukan sebuah kelesuan dalam berjamaah,
ooh.. berarti ada yang harus dievaluasi oleh kita para mutarobbi. Atau tiba - tiba suatu masa, murabbi kita sedang kehilangan gairahnya untuk membina, sesegera mungkin para
mutarobbi untuk menguatkan barisan, tingkatkan kualitas keimanan. Bersemangatlah ketika dalam halaqoh walaupun
murabbi kita sedang kurang bersemangat. Yakinlah, dengan sendirinya, ruh
murabbi akan kembali bergelora melihat para
mutarobbinya yang sedang bersemangat. Teringat satu nasehat dari orang - orang sholeh terdahulu untuk kita, jangan lupakan nama guru atau murabbi kita untuk disebut dalam doa selepas sholat 5 waktu kita. Amanah mereka begitu berat, kita bantu dengan doa dan dengan memastikan kualitas keimanan kita selalu dalam kondisi prima.
Hal ini berat memang, tapi tidak ada cara lain. Intinya ada pada kemampuan mentarbiyah diri sendiri. Ya! Saya memiliki keyakinan bahwa kesuksesan tarbiyah ini bukan ada pada lama atau tingginya jenjang tarbawi seseorang. Kesuksesan tarbiyah ada pada kemampuan seseorang mentarbiyah dirinya sendiri dan memastikannya selalu dalam kondisi ketaqwaan. Bukankah "sebaik - baik kalian adalah yang paling bertaqwa di antara kalian (Al Qur'an)"? Bukan yang paling lama atau paling tinggi jenjangnya. Maka saling memberikan pengaruh semangat dan keimanan antara
murabbi dan
mutarobbi mutlak diperlukan. Di saat
mutarobbi yang sedang turun, maka tugas
murabbi menularkan ruh dan semangatnya pada para binaannya. Di saat
murabbi yang turun,
mutarobbilah yang harus menjadi inspirasi semangat sang
murabbi. Jika keduanya sedang turun, biarlah ia turun bersama - sama. Itu tandanya halaqoh kita sudah waktunya untuk
rihlah, mukhoyyam, mabit, atau kegiatan penyegaran yang lain.
Maka, tak perlu risau jika murabbi kita "Hilang". Temukanlah dengan semangat kita menghadiri majelis - majelisnya. Mari ingat wahai ikhwah, perubahan itu ada ditangan kita dan tidak perlu menunggu orang lain! Mari mulai saat ini juga. Mulai dari yang kecil. Dan mulai dari diri kita para mutarobbi.
Wallahu a'lam bish showab
Like the Post? Do share with your Friends.