Sahabat Ummi, sering kali kaum ibu lah yang dituding sebagai penyebab
kerusakan akhlak anak, para ayah sering kali berlepas tangan mengenai
urusan anaknya karena merasa sudah terlalu lelah dan sibuk bekerja.
Sehingga banyak ayah yang menganggap dirinya berhak menyalahkan istrinya jika terjadi sesuatu hal buruk pada anak-anak.
Padahal, Ibnu Qoyyim radiyallahu 'anhu dalam kitab Tuhfatul Maudud
secara tegas menyatakan bahwa penyebab utama rusaknya sebuah generasi
adalah karena ayah.
Beliau mengatakan, “Betapa banyak orang yang menyengsarakan
anaknya, buah hatinya di dunia dan akhirat karena ia tidak
memperhatikannya, tidak mendidiknya dan memfasilitasi syahwat
(keinginannya), sementara dia mengira telah memuliakannya padahal dia
telah merendahkannya. Dia juga mengira telah menyayanginya padahal dia
telah mendzaliminya. Maka hilanglah bagiannya pada anak itu di dunia dan
akhirat. Jika Anda amati kerusakan pada anak-anak, penyebab utamanya
adalah ayah”.
Pernyataan Ibnu Qoyyim ini perlu dijadikan bahan introspeksi untuk
para ayah, sudahkah melaksanakan peran dengan baik dan benar selaku
kepala rumah tangga?
Apakah para ayah menyadari peran vitalnya untuk anak-anak, baik anak laki-laki maupun anak perempuan.
Penelitian Ilmu Psikologi menemukan bahwa peran ayah sangat besar
dalam menumbuhkan rasa keberhargaan dalam diri anak, baik pria maupun
wanita.
Salah satu sisi pengaman anak perempuan agar tidak mudah terjebak
dalam seks pranikah adalah kedekatan dengan sang Ayah. Dia membutuhkan
figur seorang pria yang baik, pengasih dan penyayang.
Anak perempuan pertama-tama mengenal “dunia” pria dari sang ayah. Dia
mendapatkan identitas seksual sebagai perempuan dari sang Ayah yang
memperlakukan dia sebagai anak putri dengan baik.
Selain itu, ada dua penelitian lainnya yang memperlihatkan hubungan antara rusaknya akhlak anak dengan peran sang ayah.
Dr. Tony Ward dari University of Melbourne, Australia, dalam
penenelitiannya, para periset mewawancarai 55 laki-laki yang dipenjara
karena penganiayaan terhadap anak-anak dan 30 laki-laki yang dipenjara
karena terlibat kasus pemerkosaan.
Mereka diminta memberikan persepsinya terhadap hubungan mereka di
masa kanak-kanak dengan ayah dan ibunya. Sebagai perbandingan, para
peneliti juga mewawancarai 32 laki-laki yang dipenjara karena kejahatan
kriminal dan 30 laki-laki yang dipenjara bukan karena kekerasan atau
kejahatan seksual.
Lebih lanjut, para pemerkosa dan pelaku penganiayaan anak-anak ini,
rata-rata menggambarkan ayahnya bersikap “menolak” dan “kurang
konsisten” ketimbang ibu mereka.
Dari sini Ward mengatakan jelas sekali bahwa sikap dan kebiasaan yang
dimiliki para ayah memiliki pengaruh kuat terhadap pertumbuhan
anak-anaknya, terutama terhadap para pelaku kejahatan seksual dan
penganiayaan anak-anak.
Penelitian tentang ‘keayahan’ juga dilakukan oleh Melanie Mallers, asisten profesor di California State University di
Fullerton. Dalam studi tersebut, Mallers dan rekannya meneliti 912 pria
dewasa dan wanita – usia 25-74 tahun – melalui telepon tentang tingkat
stres mereka selama delapan hari
Temuan penelitian disajikan hari Kamis pada konvensi tahunan American
Psychological Association di San Diego. Pria yang cenderung bereaksi
negatif terhadap stres setiap hari melaporkan bahwa sebagai anak-anak
mereka sangat sedikit kehangatan dari ayahnya, sedikit dukungan dan
kasih sayang.
Mereka tidak hadir secara fisik bagi anak-anaknya dan tidak membuat
anak-anak merasa percaya diri, mereka juga tidak terlibat dalam
kehidupan anak-anaknya secara keseluruhan.
Hasil penelitian ini seolah memperlihatkan betapa peran ayah sangat
penting dalam mendidik anak-anaknya. Maka, wahai ayah... kembalilah ke
rumah dan nikmatilah kebersamaan dengan anak-anak yang merindukan sosok
seorang ayah di sisi mereka.
Foto ilustrasi: google
sumber: ummi online
Like the Post? Do share with your Friends.